LAPORAN PENELITIAN
Pencemaran
Air Akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kalimantan
Laporan ini Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengenalan Lingkungan Lahan Basah
JCKK 220 dari Bapak
Noer Komari S.Si, M.Kes.
Disusun Oleh :
Nafisah
NIM. 1911012120006
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan ditemukannya beberapa daerah yang berpotensi mempunyai
kandungan emas di Kalimantan, kegiatan pertambangan emas semakin meningkat pula
(Irawan dkk, 2014). Kelompok masyarakat setempat (penambang emas tanpa izin
atau PETI) yang pada umumnya hidup dalam kemiskinan dan tidak memiliki
pendidikan cukup memanfaatkan sumber daya alam ini dengan menambang emas yang
diolah dengan cara yang sangat sederhana. Aktivitas pertambangan emas tersebut
berdampak langsung menghasilkan limbah yang potensial merusak lingkungan hidup
yaitu limbah yang termasuk di dalamnya terdapat logam logam berat seperti merkuri
(Hg).
Adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin dapat menyebabkan perairan
tercemar logam berat seperti merkuri (Hg) di aliran sungai. Hal ini disebabkan
karena saat proses amalgamisasi dan pemijaran terjadi pencemaran oleh Hg yaitu penggunaan
Hg yang berlebih yang kemudian akan terbuang ke lingkungan. Merkuri ini tumpah
ke lingkungan yaitu air tanah atau aliran sungai yang berakibat pada pencemaran
air di wilayah tersebut dan berdampak pada ikan atau biota, serta kesehatan
manusia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah faktor penyebab pencemaran air akibat
pertambangan emas tanpa izin di Kalimantan ?
2. Bagaimana upaya untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran air akibat penambangan emas tanpa izin tersebut ?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui apa saja faktor penyebab pencemaran air
akibat pertambangan emas di Kalimantan?
2. Mengetahui cara pencegah dan penanggulang
pencemaran air akibat penambangan emas tersebut ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pencemaran Air
Pencemaran lingkungan menurut Undang-Undang No.
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 14
adalah “masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat massif, dan / atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Nebel dan Wright sebagaimana dikutip oleh
Darwati Susilastuti dalam bukunya System Dynamies Pengelolaan Sumber daya Air
Bersih mengatakan bahwa pencemaran adalah keberadaan sebuah substansi di
lingkungan yang menyebabkan perubahan komposisi kimia atau menghambat sejumlah
fungsi dari proses-proses alami dan menghasilkan lingkungan yang tidak
diinginkan serta dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Dari waktu ke waktu
dengan banyaknya istilah yang berkembang maka pencemaran lingkungan berkembang
menjadi beberapa pengertian diantaranya: pencemaran air, pencemaran tanah,
pencemaran udara, kebisingan, namun dalam tulisan ini penulis hanya membatasi
pencemaran air (Surisman, 2018).
Pasal 1 butir 11 PP No. 82 Tahun 2001
memberikan pengertian tentang pencemaran air : “masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, assif, dan / atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Mengenai beban
pencemaran dijelaskan dalam Pasal 1 butir 12 PP No. 82 Tahun 2001, beban
pencemaran yaitu “jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau
air limbah”.
2.2.
Pertambangan Emas
Menurut Inswiasri dan Martono (2007) : Kegiatan
tambang emas skala kecil pada umumnya terdiri dari penggalian bahan tambang,
penghancuran atau penghalusan, amalgamisasi, dan pemijaran.
a. Penggalian
Pada saat penggalian ada yang menggunakan alat
sederhana seperti skop atau cangkul, namun ada juga yang menggunakan tenaga
hidrolik di mana bahan tambang disemprot dengan air bertekanan tinggi.
Penyemprotan tersebut menjadikan bahan tambang yang berupa bongkahan atau
partikel besar akan menjadi seperti bubur. Bubur lumpur ini kemudian disedot
dan dilewatkan dalam slicer untuk mengambil mineral-mineral yang kaya akan
emas. Bila penambang menggunakan sekop atau cangkul, mereka mengangkut bahan
tambang tersebut dengan cara memasukkannya dalam karung. Kemudian dihaluskan.
Akhimya bahan tambang tersebut diberi air dan Hg dalam suatu tromol yang
diputar. Pada saat penggalian dan penghalusan akan terjadi kerusakan lingkungan
secara fisik seperti misalnya terjadi kubangankubangan, perubahan aliran sungai
atau ekosistem hutan yang terganggu.
b. Proses Amalgamisasi
Batuan yang mengandung emas dihancurkan menjadi
debu emas, kemudian debu emas ini di tambah dengan Hg (Hg dituangkan ke dalam
debu emas dan diaduk beberapa menit) agar menjadi emas amalgam. Amalgam emas
ini selanjutnya dibakar secara terbuka atau dimasak dalam retort untuk
menguapkan Hg guna mendapat emasnya.
Cara menambang emas dapat dilakukan dengan menggunakan tromol atau dengan
menggunakan lanting (sluicer). Di wilayah Kalimatan untuk penambang yang dekat
dengan sungai menggunakan lanting, sedangkan penambang yang berada di dalam
hutan (disebut dengan istilah daratan) menggunakan tromol.
Amalgamisasi bijih emas dengan menggunakan lanting
yaitu bijih emas yang terdapat di alam disemprot dengan air, kemudian dipompa
menuju shiicer (seperti meja yang ditutup karpet dengan kemiringan + 30° dan
diberi penahan/ruas-ruas untuk menahan batuan berharga). Di sluicer inilah. Batuan
berharga yang mengandung emas tertahan, sedangkan yang tidak mengandung emas
terbuang ke bawah. Selanjutnya batuan berharga yang tertahan di sluicer dituang
ke pan atau baki dan diberi Hg, kemudian diaduk untuk proses amalgamisasi.
Jumlah Hg yang ditambahkan juga bervariasi tergantung pada banyak sedikitnya
batuan berharga yang didapat, tetapi tidak sebanyak pada proses di tromol.
Selanjutnya disaring dengan kain dan diperas, yang tertinggal di dalam kain
adalah emas amalgam. Emas amalgam yang terbentuk selanjutnya dibakar atau
langsung dijual di ass emas setempat.
c. Proses Cianidasi
Cianidasi tidak banyak dilakukan. Proses ini
digunakan setelah proses amalgamisasi. Yaitu ampas/tailing proses amalgamisasi
ditambah kapur hingga Ph = 10 dan ditambah NaCN kemudian diaduk. Bubur yang
terjadi kemudian pada larutan//ecrc/H>jgnya ditambah carbon sehingga
terbentuk carbon emas. Carbon emas akhirnya dibakar untuk memisahkan emas dan
CO2 ke udara.
2.3.
Pengendalian Pencemaran Air
Pasal 18 ayat (2) Peratutan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 dijelaskan, bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian
pencemaran pada sumber air berwenang untuk :
1. Menetapkan daya tamping beban pencemaran;
2. Melakukan inventarisasi dan identifikasi
sumber-sumber pencemaran;
3. Menetapkaan persyaratan pembuangan air limbah
ke air atau sumber air;
4. Memantau kualitas air pada sumber air;
5. Menetapkan persyaratan air limbah untuk
aplikasi pada tanah;
6. Memantau fasilitas lain yang menyebabkan
perubahan mutu air
BAB
III
PEMBAHASAN
Kalimantan merupakan titik lokasi yang
berpotensi untuk digunakan sebagai lahan pertambangan emas diantaranya Kaltim (tepatnya di
Desa Long Top Kecamatan Sungai Boh), Kalsel, dan Kalteng (khususnya di Desa
Pujon dan Kabupaten Murung Raya). Kegiatan pertambangan emas ini
dijadikan sebagai mata pencaharian warga masyarakat.
Hingga saat ini, pengolahan tambang secara tradisional
masih banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat setempat yang pada umumnya
hidup dalam kemiskinan dan tidak memiliki pendidikan cukup. Mereka inilah yang
disebut kelompok tambang emas skala kecil, tambang emas rakyat atau tambang
emas tradisional atau PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin).. Kegiatan tambang emas rakyat di berbagai
wilayah sama yaitu menggunakan Hg untuk proses amalgamisasi. Akibat
amalgamisasi tersebut, sering muncul pencemaran Hg ke lingkungan pada saat
amalgamisasi dan pemijaran sehingga mengkontaminasi sumber air minum dan ikan
yang sangat diperlukan oleh masyarakat sekitar tambang.
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian yang dilakukan di Kalimantan Tengah, di sepanjang
Daerah Alirang Sungai (DAS) Kahayan banyak dijumpai para penambang emas
tradisional tanpa izin. Akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan emas
tanpa izin tersebut adalah kontaminasi merkuri (Hg) dan tingginya kekeruhan air
sungai (Heriamariaty, 2011).
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di Kalimantan Selatan tepatnya di Kecamatan
Banjarbaru, Kota Banjarbaru. Pada areal pertambangan emas rakyat terdapat
adanya penurunan kualitas air karena kontaminasi dengan logam-logam berat
seperti Hg dan Fe, serta tidak layak untuk dijadikan sebagai air bersih untuk
kegiatan rumah tangga disebabkan TSS, kecerahan dan kekeruhan yang tinggi atau
melebihi ambang batas (Maulidah dkk, 2015).
Hasil pengukuran kadar Hg air
Sungai Menyuke, Kalimantan Barat pada desa Untang yaitu sebagai titik assif
yaitu desa yang tidak terkena oleh dampak kegiatan PETI. Pada desa ini kadar Hg
pada air dan sedimen sangat rendah sekali yaitu dibawah ambang batas Hg yang
diperbolehkan. Tetapi di desa Betung yaitu jaraknya dari desa Untang 7
kilometer dari titik assif terjadi peningkatan kadar Hg yang cukup Signifikan
dan melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Desa Betung merupakan tempat
kegiatan PETI yang masih banyak. Hampir setiap anak sungai yang masuk kedesa
Betung membawa limbah merkuri. Di desa kegiatan penambangan emas tanpa ijin
sampai sekarang masih berlangsung (Subanri, 2008).
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
aktivitas penambangan emas di Kalimantan telah merusak lingkungan secara massif,
baik melalui penambangan liar maupun resmi. Perusahaan tambang yang beroperasi
ternyata sama sekali tidak memikirkan bagaimana program reklamasi lahan setelah
mereka selesai menguras kandungan emas yang ada di dalamnya. Pelaku tambang
selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena
jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik.
Usaha pertambangan, oleh sebagian
masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran
lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,
pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg)
digunakan sebagai media untuk mengikat emas (Lestarisa, 2010).
1.4
Faktor Penyebab Pencemaran Air Akibat
Pertambangan Emas di Kalimantan
1. Lemahnya hukum
Jika
dikaitkan dengan kondisi awal dalam menangani masalah penambangan emas tanpa
izin di Kalimantan yang menyebabkan lemahnya hukum adalah :
a. Banyaknya penambangan emas di Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang memang tidak berada pada area wilayah pertambangan rakyat dan
tidak ada izin
b. Penambangan emas tanpa izin ini banyak terjadi
di Kalimantan yang mengandung emas, serta tidak adanya program reklamasi lahan
c. Penghentian penambangan emas mengalami
kesulitan karena telah berkembang cukup banyak, juga karena alasan untuk meringankan
masalah ekonomi penduduk.
2. Pencemaran oleh merkuri
Kegiatan tambang emas rakyat di berbagai
wilayah yaitu menggunakan Hg untuk proses amalgamisasi. Akibat
amalgamisasi sering muncul pencemaran Hg
ke lingkungan pada saat amalgamisasi dan pemijaran sehingga mengkontaminasi
sumber air minum dan ikan yang sangat diperlukan oleh masyarakat sekitar
tambang (Inswiasri & Martono, 2007).
Tingkat kandungan merkuri bisa dikarenakan
suatu lokasi merupakan lahan bekas penambangan emas atau lokasi penambangan
emas yang sudah tidak aktif. Hal ini berdasarkan kebiasaan para penambang emas
rakyat yang senantiasa berpindah tempat disebabkan kandungan mineral emas yang
terdapat pada lokasi sebelumnya sudah semakin berkurang atau dinilai tidak
menguntungkan lagi, karena pada dasarnya kegiatan penambangan emas tanpa ijin
biasa dilakukan secara coba-coba (try and error) (Indrajaya, 2019).
3. Tingginya tingkat kekeruhan pada air sungai
Tingkat kekeruhan air yang terjadi akibat
kegiatan penambangan emas tanpa izin di Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Kalimantan disebabkan karena tanah yang ada di dalam sungai kebanyakan
mengandung tanah liat, kerikil dan lumpur yang terangkat oleh penyedotan emas
lalu dibuang kembali ke sungai dan juga dipengaruhi oleh cepatnya aliran sungai
dalam penyebaran limbah tambang. Tingkat kekeruhan air sungai yang tinggi akan
mempengaruhi kualitas air sungai.
1.5
Cara Pencegah Dan Penanggulang Pencemaran Air
Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin
1. Melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi
tentang penertiban penambangan tanpa izin di setiap Daerah Aliran Sungai
Melalui
petunjuk-petunjuk tentang :
a. Penempatan rakit/lanting penambangan
emas/lanting penyedotan
b. Tata cara penambangan dan pengolahan emas di
sungai menggunakan air raksa
c. Dampak penting penggunaan air raksa (merkuri)
d. Melaksanakan
kegiatan keamanan dan ketertiban masyarakat di pemukiman lokasi kegiatan
penambangan tanpa izin.
e. Berusaha menyediakan Wilayah Pertambangan
Rakyat (WPR)
f. Mengalihkan usaha pertambangan emas ke bidang
lain seperti, pertanian (dalam arti luas), bidang jasa dan bidang industry.
2. Penegakan hukum lebih dikuatkan dalam penanggulangan
pencemaran air akibat penambangan emas tanpa izin
a. Pentingnya kesadaran hukum oleh masyarakat
b. Penerapan ketentuan sanksi hukum yang lebih
tegas dalam menanngani penambangan emastanpa izin
c. Penegakan hukum
1) Secara preventif (pencegahan)
Diupayakan
memberikan pengertian, penyuluhan hukum, pembinaan, dan diharapkan timbulnya
kesadaran hukum, ketaatan hukum sehingga
timbulnya tertib hukum;
2) Secara represif
Apabila
upaya rpreventif telah dilaksanakan ternyata tidak ditaati, maka untuk
penegakan hukum di bidang penambangan tanpa izin dilaksanakan secara operatif
kuratif yaitu kepada si pelanggar peraturan dilakukan pengusutan dan diberi
sanksi yang tegas
3. Melakukan reklamasi lahan yang telah dipakai
untuk pertambangan emas, serta menjaga kualitas air sungai di sekitar daerah
pertambangan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1)
Faktor
penyebab pencemaran air akibat pertambangan emas tanpa izin di Kalimantan yaitu
lemahnya hukum, pencemaran oleh merkuri, dan tingginya tingkat kekeruhan pada
air sungai
2)
Upaya
untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran air akibat penambangan emas tanpa
izin antara lain melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang
penertiban penambangan tanpa izin di setiap Daerah Aliran Sungai, penegakan
hukum lebih dikuatkan dalam penanggulangan pencemaran air akibat penambangan
emas tanpa izin, dan melakukan reklamasi lahan yang telah dipakai untuk pertambangan
emas, serta menjaga kualitas air sungai di sekitar daerah pertambangan.
4.2 Saran
Diharapkan
pembaca dapat mengambil hal positif dari laporan ini, pemerintah agar lebih tegas dalam penerapan hukum, serta pembaca agar lebih menjaga kelestarian lingkungan, dan diharapkan peran serta
masyarakat dalam upaya mengurangi dampak dari pencemaran air dengan pola hidup
bersih dan sehat misalnya dengan melakukan penyaringan terlebih dahulu sebelum
menggunakan air sungai untuk keperluan air bersih.
DAFTAR
PUSTAKA
Heriamariaty, M. (2011). Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran Air Akibat Penambangan Emas di Sungai Kahayan. Mimbar
Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 23(3), 532-545.
Inswiasri, I., & Martono, H. (2007).
Pencemaran di Wilayah Tambang Emas Rakyat. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 17(3 Sept).
Irawan, C., Ardiansyah, A., & Hanan, N.
(2014). Potensi Hayati Serat Purun Tikus (Eleocharis Dulcis) Dalam Proses
Adsorpsi Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg), Tss Dan Cod Pada Limbah Cair Pertambangan
Emas. Konversi, 3(1), 17-24.
Surisman, S. (2016). Pencemaran Air Tanah
Sebagai Akibat Penambangan Emas Tradisional di Desa Jendi, Selogiri. Prosiding
Seminar Nasional: Tanggung Jawab Pelaku Bisnis Dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Indrajaya, F., & Virgiyanti, L. (2019).
Analisa Kandungan Merkuri (Hg) Di Wilayah Penambangan Emas Danau Payawan Desa
Tumbang Panggo Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan. PROMINE, 7(2),
59-64.
Lestarisa, T. (2010). faktor-faktor
yang berhubungan dengan keracunan merkuri (Hg) pada penambang emas tanpa ijin
(peti) di Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).
Maulidah, M., Priatmadi, B. J., Asmawi, S.,
& Sofarini, D. (2015). Kajian Indeks Pencemaran Air Pada Areal Pertambangan
Rakyat Intan Dan Emas Di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru. EnviroScienteae, 11(2),
102-110
Nisa, C., Irawati, U., & Sunardi, S.
(2013). Model Adsorpsi Timbal (Pb) Dan Seng (Zn) Dalam Sistem Air-sedimen Di
Waduk Riam Kanan Kalimantan Selatan. Konversi, 2(1),
7-13.
Subanri, S. (2008). Kajian Beban
Pencemaran Merkuri (Hg) Terhadap Air Sungai Menyuke Dan Gangguan Kesehatan Pada
Penambang Sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Di Kecamatan
Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS DIPONEGORO).